Skip to main content

Celoteh Tiga Bujang Cilik

Celoteh Tiga Bujang Cilik

Hari itu sepulang bertemu dengan teman baikku, Mia, aku naik angkot. Di depanku duduk tiga orang bujang cilik yang sedang asyik mengobrol. Mereka bertiga berseragam putih merah. Bujang yang duduk paling pinggir dan paling dekat ke arahku duduk berkulit sawo matang dengan mata bulat dihiasi dengan bulu mata yang lentik. Wajahnya lonjong dan siapa yang memandang pasti terpikat oleh ketampanannya. Bujang yang duduk di tengah, memegang sebuah bola plastik. Matanya agak sipit, kulitnya lebih putih dari bujang yang tadi. Yang terakhir bujang yang duduk di ujung, dia memakai jaket warna merah. Kulitnya tak seputih bujang yang duduk di tengah tapi tak juga segelap bujang manis yang duduk di sebelah kanan. Saat aku masuk mereka sedang membahas topik seputar kapal terbang.
Kalo ke Garut naik pesawat, cuma sedetik aja.”
Kalo ke Garut naik pesawat, cuma sedetik aja.” Ujar bujang yang duduk di tengah dengan penuh keyakinan.

Bujang yang berjaket merah tak setuju dengan perkataan temannya, “gak lah. Semenit.”

Rasanya aku gatal untuk nimbrung. ‘gak juga. Gak mungkin semenit. Memang pesawatnnya macam apa? Apa pesawatnya seperti pesawat milik tokoh pahlawan kesukaan Spongebob, Mermaid Man dan Barnacle boy?’ Tapi sanggahan itu aku ucapkan dalam nada “mute” alias dalam hati saja. Rasanya tak enak mengganggu percakapan mereka.

Bujang yang duduk di tengah kembali berkata dengan penuh keyakinan, “apalagi ke Padang?” Maksudnya, kalau ke Garut cuma semenit apalagi ke Padang, begitu? Hmm … kalau dari Bandung ke Garut hanya satu menit, apalagi ke Padang. Pasti lebih dari satu menit karena Padang lebih jauh dari Garut. Lagi – lagi protesku hanya kusampaikan dalam keheningan. Aku hanya ingin jadi pengamat saja.

Bujang yang duduk di tengah tampaknya memegang kunci percakapan ini. Kini dia kembali beraksi dengan pendapatnya.

“Aku mah gak mau naik pesawat. Takut celaka.”

“Emang kamu pernah naik pesawat?” Ah, akhirnya bujang yang hitam manis itu membuka mulutnya juga.

“Belum,” jawabnya pendek saja.

“Naik kapal laut juga belum?” Selidik bujang yang berjaket merah.

“Belum,” lagi-lagi jawabannya pendek saja.

“Aku mah pernah naik perahu. Waktu ke pantai. Asyik.” Ujar bujang berjaket merah menambahkan.

“Aku mah belum pernah liat lautnya juga. Pasti asyik, ya.” Kok, aku tiba-tiba sedih mendengar jawaban bujang yang sedari tadi asyik memegang bola. Kau, tak pernah pergi berlibur ke pantai, nak? Tapi yang membuatku tak jadi bersedih adalah ekspresi wajahnya yang tak sekalipun memperlihatkan wajah kecewa. Dia tampak biasa saja. Sepertinya tak masalah baginya belum bisa melihat laut. Dia tidak tampak malu atau pun hilang kepercayaan diri.
"Segitiga Bermuda" 
Pembicaraan mereka sekonyong – konyong berubah haluan. Bujang yang belum pernah melihat pantai itu kini membawa pembicaraan ke seputar segitiga Bermuda.

“Yang di Amerika itu, kan?” ujar si bujang berjaket merah. Dengan seriusnya dia memperagakan gerakan arus air di segitiga Bermuda yang menurutnya berputar – putar lalu masuk ke dalam. Dia meneruskan lagi perkataannya, “itu teh pembuangan air laut. Jadi ntar air laut teh berputar lalu masuk ke dalam. Ntar keluar lagi."

Agaknya materi yang disampaikan temannya ini menarik perhatian bujang yang duduk di tengah. Dia ikut menimpali dengan menambahkan informasi tentang sebuah negara, istana atau kerjaan jika aku tak salah dengar.
"Itu Kolam awas dalam"
Hebatnya si bujang yang duduk di tengah, dengan santainya dia merubah topik percakapan menjadi soal pipis di kolam renang. Kedua temannya tampaknya tidak keberatan dia terus merubah percakapan dan tak pernah menyelesaikan topik yang dia suguhkan. Dia bertanya pada temannya yang berjaket merah apakah dia pernah pipis di kolam renang. Temannya tentu menyangkal. Malu dia jika harus mengakui dia pernah pipis saat berenang. Di depannya banyak penumpang yang mendengarkan. Sayangnya bujang berjaket merah itu belum pandai berbohong. Raut mukanya begitu kentara kalau dia berbohong. Bujang yang memegang bola itu tampaknya akan jadi ahli investigasi. Dia terus mendesak temannya agar mengatakan yang sejujurnya. Dan akhirnya kejujuran itu terucap juga dari mulut bujang berjaket merah.

“Iya. Pernah sekali. Kalo kamu?” sepertinya dia mencari kawan sepenanggungan.

“Aku gak pernah.” Jawab bujang yang duduk di tengah dengan santai.

Sontak dia panik mendengar jawaban temannya itu. Kalau meminjam istilah anak sekarang, bujang berjaket merah itu menjadi “galau”. Segera saja dia meralat ucapannya tadi. Kini dia bersumpah bahwa dia tak pernah sekalipun pipis di kolam renang.

Aku pikir bujang yang duduk di tengah itu akan meneruskan proses penyelidikannya pada temannya itu karena telah meralat jawabannya. Alih – alih mempertanyakan perubahan jawaban temannya, dia malah meralat jawabannya sendiri.

“Aku mah sering, da. Tiba – tiba pas renang aku pengen pipis, gak tahan. Ya udah weh pipis di sana. Mana gak ada toilet lagi.”

Sekarang bujang yang berjaket merah ikut mengamini komentarnya, “iya, aku juga kadang – kadang suka gak tahan.”

Hei, nak! Bukankah kau tadi sudah meralat ucapanmu? Mengapa kini kau malah mengakui sendiri kau suka pipis di kolam renang? Tampaknya kini tak masalah kalau orang tahu dia suka pipis saat renang, toh ada teman yang mengalami hal yang sama. Aku sudah punya sekutu, jadi aku tak akan malu sendirin. Mungkin begitu yang terpikir di benaknya. Sekali lagi itu tebakanku saja sebagai pengamat percakapan.

Saat pembicaraan berpindah ke seputar kolam renang tempat mereka biasa berenang, aku hampir – hampir tak tahan dibuat ketawa oleh perkataan si bujang yang duduk di tengah.

“Itu "kolam awas dalam".” Ujarnya.

“Emang ada yang bisa sampe?” Tanya bujang berjaket merah padanya.

“Ada. Si teteh – teteh ada yang sampe ujung.” Nada jawaban bujang yang duduk di tengah itu penuh dengan keyakinan.

Awalnya aku bingung ketika mereka membicarakan "kolam awas dalam" di sebuah hotel di Bandung. Ternyata mereka sedang membicarakan kolam yang dalam untuk orang dewasa. Memang biasanya kolam yang dalam selalu disertai peringatan yang bertuliskan “Awas dalam” agar orang – orang yang belum bisa berenang berhati – hati. Tapi mereka pikir itulah nama kolamnya seperti halnya saat kita bercanda soal keset. Saat ditanya apa bahasa Inggrisnya keset jawaban lucu-lucuannya pasti welcome karena di atas keset tertera tulisan welcome dengan huruf yang cukup besar. Aku berusaha sekuat tenaga untuk tak memuntahkan tawaku di hadapan mereka.
"Pak Toto"
Arah pembicaraan kini berubah lagi. Isu yang dibahas sekarang adalah soal guru olah raga mereka yang bernama Pak Toto. Menurut bujang yang duduk di tengah, Pak Toto itu galak. Tapi rupanya bujang berjaket merah tak sependapat, “bukan galak. Dia mah ngasih tau aja.” Belanya. Agaknya dia fans Pak Toto. Dia berkata lagi, “aku mah suka dia tapi dia mau pindah.”

Seperti biasanya, bujang yang duduk di tengah selalu bertindak seperti seorang penyelidik. Dia harus memastikan kejelasan informasinya.

“Pindah rumah atau pindah sekolah?”

“Pindah sekolah. Aku dengar kata bu guru.”

“Kenapa pindah, ya?” Tanya sang penyelidik lagi. Agaknya dia belum bisa menemukan jawaban untuk misteri seputar kepindahan Pak Toto.

Akhirnya bujang hitam manis itu berhenti menjadi pendengar setia. Kini dia angkat bicara.

“Rumahnya jauh.” Perkataannya pendek akan tetapi berhasil menjawab teka – teki seputar kepindahan Pak Toto yang tak bisa dijawab oleh kedua temannya.

Percakapan seputar Pak Toto pun sontak terhenti saat bujang berjaket merah melihat banner di atas sebuah rumah yang agaknya merupakan tempat bermain game.
"PS"
“Di situ sejamnya 6.000 ribu.”

Beneran?” selidik bujang yang duduk di tengah.

Hai, nak! Senang sekali kau mempertanyakan kebenaran perkataan temanmu itu.

“Iya, tadi di tulisannya gitu.” Kali ini bujang berjaket merah tak tampak ragu dengan jawabannya. Dia malah menambahkan perkataannya, “aku mah bosen main PS teh.”

Bujang ganteng bermata bulat dan berkulit sawo matang kini memperlihatkan eksistensinya lagi.

“Di tempatku mah 3.000.”

Bujang yang duduk di tengah ikut menimpali perkataannya, “iya, di aku juga.”

PS 3 teh gak rame kata aku mah.” Agaknya bujang berjaket merah tak ingin kalah. Dia juga ingin perkataannya diamini kedua temannya.

Sayangnya si bujang hitam manis menepis lagi pendapatnya, “rame kata aku mah.” Dia lalu menambahkan perkataannya dengan kata cheat dan sebagainya yang aku tak paham. Harusnya saat itu ada Ridho, Reza, Husein, Hadi atau Agung. Pasti pembicaraannya nyambung. Mungkin aku harus berguru pada mereka berlima untuk tahu apa itu cheat dalam permainan PS 3.

Akhir pembicaraan ditutup dengan isu seputar lokasi rumah bujang hitam manis dengan bujang yang membawa bola. Menurut bujang yang membawa bola, rumah mereka berdekatan tapi tak terlalu. Jadi, sebenarnya rumah kalian itu dekat atau tidak?

Angkot yang kami tumpangi bersama diberhentikan oleh bujang yang membawa bola dan keduanya kemudian turun meninggalkan bujang berjaket merah. Cerita pun kini selesai. Si bujang berjaket merah meneruskan perjalanan bersamaku dan penumpang lainnya.


Mendengarkan pembicaraan mereka membuatku teringat keponakanku ketika mengobrol dengan teman-teman sepermainannya. Mereka selalu tampak percaya diri saat melontarkan pendapat tapi begitu dewasa, keberanian itu sekonyong-konyong menghilang atau tenggelam. Banyak hal yang membuat keberanian itu tak lagi bisa muncul. Kadang – kadang aku pun mengalami hal yang sama. Begitu banyak yang kurasakan tapi lidahku kelu sehingga kata – kata itu tak jua terucap. Aku tak mampu berujar semantap bujang berkulit hitam manis atau seyakin bujang yang membawa bola.

Wahai bujang cilik, keberadaan kalian hari itu seperti remeh tapi sejatinya kehadiran kalian hari itu adalah sebuah pelajaran penting bagiku. It’s nice listening to your conversation. Sejenak aku bisa melupakan rasa frustrasi dan jenuh yang melanda. Kapan kita akan bertemu lagi? Semoga saat bertemu, kalian tetap sepercaya diri seperti hari ini. Dan mungkin bujang yang membawa bola sudah menjadi seorang pemain bola profesional. Tapi … akankah aku mengenali kalian?

Comments

Popular posts from this blog

프라이팬 놀이/Frying Pan Game/BTS

Playing Frying Pan Game/BTS We played a new game called Frying pan game (프라이팬 놀이) with our Korean guests in our Korean Class. It was fun. It’s like catching the mouse game. We learn the Korean numbers in the same time.  Say, if your friend mentions your name and the number, you have to mention your name according to the number he/she mentions previously.  For example, if your friend says "Dana dul (2)", so you have to say your name twice, "Dana...Dana" and so on and so on. If you make a mistake, well, you get the punishment. The type of the punishment depends on the agreement of the players. They are many types, trust me. Just choose one.  This game was played on one of the TV programs in Korea hosted by Kang Ho Dong (강 호 동), Hye Ryong said. 재미 있네요. 우리 애들이 놀이를 좋아해요.  But hey! BTS too played this game on one of their TV shows.  You can check out the video  here  So far, we have learned many Korean games. Mostly we got from Korean T

Bungeoppang a.k.a Taiyaki

Bungeoppang a.k.a Taiyaki “ What did Archimedes say? “Eureka”. I would like to borrow his word for my little success although I didn’t invent anything. ”     Aku udah bingung banget cari resep Bungeoppang , kue isi pasta kacang merah berbentuk ikan. Coba beberapa resep tetep tak sukses. Lalu aku tengok resep sodara tuanya Bungeoppang , Taiyaki . Ceritanya dulu orang Jepang yang memperkenalkan Taiyaki ke Korea saat jaman pendudukan mereka dulu. Nah, kalo orang Korea bilang Bungeoppang itu sama a ja  dengan Taiyaki . Untuk sejarah   Taiyaki dan Bungeoppang bisa dicari di Wikipedia . Infonya lengkap.   Back to my story Nah, setelah tidak berhasil dengan resep sebelumnya (kegagalan dijamin ada dipihak pembuat kuenya bukan di pembuat resep ^^;) aku kemarin iseng dan penasaran cari resep Bungeoppang dalam bahasa Korea tapi ga dapet. Ada sih satu tapi ga detail dan aku ga ngerti. Trus aku cari resep sodara tuanya aja, Taiyaki. I am lucky. Aku dapet beberapa resep Taiyaki. S

Yutnori

Yutnori Apa itu Yutnori ? Hmmm... pernah dengar yutnori (dibaca: yunnori)? kata ini bukan berasal dari bahasa Jawa tapi bahasa Korea. Yutnori adalah nama salah satu permainan tradisional Korea.  Permainan ini biasa dimainkan secara beregu ketika acara tahun baru Korea yang disebut juga 설날 (sollal) . Tahun baru biasanya menjadi ajang kumpul seluruh anggota keluarga. Selain makan Tteokguk , mereka biasanya memainkan Yutnori . Ini penampakan Yutnori , ada papan permainan dan dadunya. Yang unik, dadunya tidak bentuk kotak seperti kebanyakan dadu pada umumnya tapi berbentuk batangan. Hal lain yang membedakan dadu  yutnori  dari dadu pada umumnya adalah tidak ada bentuk titik-titik yang melambangkan angka. Yang ada itu tulisan  도  (Do),  개  (Gae),  걸  (Gul), dan  윷  (Mo) .   Eh, permainan ini pernah muncul disalah satu drama Korea yang dulu nge-hits banget dulu, Princess Hours. Kalau tidak salah di episode 7 ada adegan pasangan Shin dan Chae gyeong beradu dengan o